Minggu, 24 April 2016

Tulisan 1_SS_AHDE

CHARACTER BUILDING

Character Building dari segi bahasa, Character Building atau membangun karakter terdiri dari dua suku kata yaitu membangun (to build) dan karakter (character) artinya membangun yang mempunyai sifat memperbaiki, membina, mendirikan. Sedangkan karakter adalah tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Jadi, Character Building merupakan suatu upaya untuk membangun dan membentuk akhlak dan budi pekerti seseorang menjadi baik (Megawati, 2004).
Dalam membangun karakter individu diperlukan perilaku yang baik dalam rangka melaksanakan kegiatan berorganisasi, baik dalam organisasi pemerintahan maupun organisasi swasta dalam bermasyarakat. Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan kualitas manusia maka karakter mempunyai makna sebuah nilai yang mendasar untuk mempengaruhi segenap pikiran, tindakan, dan perbuatan setiap insan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

TUJUAN DAN FUNGSI PEMBENTUKAN KARAKTER
Berdasarkan pengertian diatas, pembentukan karakter memiliki beberapa tujuan dan juga fungsi, diantaranya :
1.    Tujuan
a.         Membentuk bangsa yang tangguh
b.        Kompetitif
c.         Berakhlak mulia
d.        Bermoral
e.         Bertoleran
f.         Bergotong royong
g.        Berjiwa patriotik
h.        Berkembang dinamis
i.          Berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
2.    Fungsi
a.         Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikir baik, dan berperilaku baik
b.        Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
c.         Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

TANTANGAN PEMBENTUKAN KARAKTER
Pembentukan karakter melalui jalur pendidikan di sekolah akan menghadapi beberapa tantangan yang tidak ringan. Tantangan yang bersifat internal dan eksternal:
Ada beberapa tantangan internal, diantaranya:
a.    Orientasi pendidikan yang masih mengutamakan keberhasilan pada aspek kognitif,
b.    Praktik pendidikan yang masih banyak mengacu filsafat rasionalisme yang memberikan peranan yang sangat penting kepada kemampuan akal budi (otak) manusia
c.    Kemampuan dan karakter guru yang belum mendukung
d.   Budaya dan kultur sekolah yang kurang mendukung
e.    Personal pendidikan maupun perangkat lunak pendidikan (mind set, kebijakan pendidikan dan kurikulum).
f.     Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di sekolah belum terjabarkan dalam indikator yang baik. Indikator yang tidak baik tersebut menyebabkan kesulitan dalam mencapai nilai karakter yang baik sesuai yang diharapkan.
g.    Sekolah belum dapat memilih nilai-nilai karakter yang sesuai dengan misinya. Umumnya sekolah menghadapi kesulitan dalam memilih nilai-nilai karakter yang cocok dan sesuai dengan visi sekolahnya. Hal ini berdampak pada gerakan membangun karakter di sekolah menjadi kurang terarah dan fokus, sehingga tidak jelas juga penilaian dan monitoringnya.
h.    Pemahaman guru tentang konsep pendidikan karakter yang masih belum menyeluruh. Program pendidikan karakter belum dapat disosialisasikan pada semua guru dengan baik sehingga mereka belum dapat memahaminya.
i.      Guru belum dapat memilih nilai-nilai karakter yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Dalam mata pelajaran juga terdapat nilai-nilai karakter yang harus dikembangkan oleh guru pengampu. Nilai-nilai karakter mata pelajaran belum dapat dipelajari dengan baik untuk dikembangkan dalam proses pembelajaran.
j.      Guru belum memiliki kompetensi yang memadai untuk mengintregasikan nilai-nilai karakter pada mata pelajaran yang diampunya. Program sudah berjalan, tetapi pelatihan masih sangat terbatas yang diikuti guru sehingga berdampak kurang maksimalnya penanaman nilai-nilai karakter pada mata pelajaran.
k.    Guru belum dapat menjadi teladan atas nilai-nilai karakter yang dipilihnya. Peran guru untuk menjadi teladan dalam mewujudkan nilai-nilai karakter secara khusus sesuai dengan nilai karakter mata pelajaran dan nilai-nilai umum di sekolah belum dapat dilaksanakan dengan baik.
Selain tantangan internal terdapat juga tantangan yang bersifat eksternal, diantaranya :
a.    Pengaruh globalisasi
b.    Perkembangan sosial masyarakat
c.    Perubahan lingkungan sosial secara global yang mengubah tata nilai, norma suatu bangsa menjadi lebih terbuka
d.   Pengaruh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang telah mengubah tatanan sosial masyarakat.
Sekolah dewasa ini banyak mendapat perhatian publik terutama terkait dengan berbagai kasus yang menggambarkan masih perlunya pengembangan karakter di sekolah. Berbagai kasus tawuran pelajar, pemalakan, mengindikasikan hal ini. berikut ini diberikan contoh hasil penelitian dan pengalaman yang dilakukan sekolah dalam penguatan karakter.
Suatu pengalaman menarik dituturkan Muhammad Arasy (“Memajukan sekolah Pinggiran, Kompas, 2 November 2011) Kepala SMAN 3 Palu. Untuk membangkitkan keterpurukan SMAN 3 Palu, Sulawesi Tengah, yang mengalami kebakaran pada Maret 2002, dengan melakukan penghijauan. Ia yakin dengan suasana hijau pepohonan dan tanaman hias di sekeliling sekolah dapat memberikan ketenangan, kesejukan, dan semangat belajar para siswa dan guru. Semangat penghijauan dijadikan mata pelajaran muatan lokal. Ia memotivasi guru untuk memakai penghijuan sebagai pintu masuk memperkuat pendidikan karakter siswa yang cinta lingkungan. Sekolah juga menerapkan tata tertib yang membangun karakter siswa. Ia juga memberikan ruang ibadah siswa dari pemeluk agama yang berbeda dalam menerapkan keberagaman dan toleransi. Sekolah yang semula dipandang sebagai sekolah pinggiran, menjadi “kiblat” sekolah berwawasan lingkungan, dan sekolah percontohan karakter tingkat provinsi. Di tingkat pusat Badan Narkotika Nasional menjadikan SMAN 3 Palu sebagai percontohan bebas narkoba. Prestasi sekolah terus meningkat. Pada 2006-2007 dirintis sebagai sekolah kategori mandiri, karena keunggulan sebagai sekolah hijau, dan ditetapkan sebagai sekolah standar nasional (SSN). Kemudian tahun 2009-2010, diberi predikat sekolah model, karena telah memenuhi standar nasional serta mampu mengembangkan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Prestasi yang telah dicapai sekolah, membuat sekolah diminati siswa baru, tahun lalu pemintnya 1000 orang meskipun daya tampungnya hanya 400 orang. Direktorat SMA Kemdiknas menawari RSBI, tetapi ditolak dengan pertimbangan sekolah ini banyak anak dari kelurga ekonomi lemah. Bahkan ada banyak anak yang digratiskan.

Sumber:
Koesoema. Doni A, 2010, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, cetakan kedua, 320 halaman.  Jakarta: Grasindo.



Analisis:
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa character building sangat penting dalam membangun kehidupan bermasyarakat, sekolah dan dalam strategi implementasi pendidikan karakter, yang ditekankan adalah memotivasi guru dan pengembangan kultur sekolah menjadi daya efektivitas. Kultur sekolah yang kondusif bagi pengembangan karakter perlu diciptakan agar pembelajaran yang baik hanya dapat berlangsung pada sekolah yang memiliki kultur positif. Suatu kultur sekolah yang sehat akan berdampak kesuksesan siswa dan guru dibandingkan dengan dampak bentuk reformasi pendidikan yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar