Paradigma tradisional yang berlaku dalam
lingkungan birokrasi pemerintahan ialah paradigma legalistik. Artinya, kinerja
aparatur pemerintah dimasa lalu pada umumnya diukur dari kemampuannya
menegakkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di masa kini dan masa
depan fungsi tersebut tetap harus diselenggarakan dengan seefektif mungkin.
Hanya saja, karena fungsi pelayanan masyarakat akan lebih menonjol di masa
depan, diperlukan kriteria baru untuk mengukur kinerja birokrasi sebagai
keseluruhan. Dengan kata lain, birokrasi di masa depan akan semakin dituntut
untuk menyelenggarakan fungsinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
seperti dibidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan administrative, sebagai
suatu sistem kinerja tinggi.
1.
Birokrasi
Sebagai Sistem Kinerja Kerja
Menghadapi lingkungan yang berubah dengan cepat,
birokrasi pemerintah perlu selalu berada pada kondisi unggul. Artinya, mampu
mewujudkan perubahan berskala besar dengan bekerja secara inovatif dan
proaktif. Untuk melihat apakah birokrasi sebagai suatu sistem memenuhi kriteria
unggul dengan kineja tinggi, terdapat tujuh faktor yang perlu dikaji.
a)
Birokrasi
yang menampilkan kinerja unggul dapat diuji dengan standar eksternal dan bukan
hanya standar internal. Yang dimaksud standar eksternal ialah standar yang
dituntut oleh masyarakat dan praktek-praktek kerja yang terjadi dalam berbagai
organisasi di luar birokrasi pemerintahan. Misalnya, dalam pemberian pelayanan,
standar yang diharapkan oleh masyarakat ialah kecepatan, keramahan sekaligus
kecermatan. Jika birokrasi menggunakan pendekatan legalistik dalam pemberian
pelayanan, kecenderungan terpenuhinya persyaratan kecermatan memang tinggi.
Akan tetapi, sering terjadi kelambanan dan sikap yang kaku. Yang dimaksud
dengan praktek-praktek yang terjadi di luar birokrasi dalah cara kerja dunia
bisnis dalam berinteraksi dengan para pelanggannya selalu bekerja cepat, tidak
“bertele-tele”. Hal itu dimaksud sebagai bagian kritikal dari upaya memuaskan
konsumen karena kinerja suatu perusahaan terutama diukur dari tingkat kepuasan
pelanggan atau konsumen produknya.
b)
Kinerja
yang nyatanya ditampilkan sedekat mungkin dengan kinerja potensial. Harus
diakui bahwa sulit menemukan organisasi dimana pun yang kinerjanya setara betul
dengan kemampuan potensial yang dimilikinya. Artinya, biasa terdapat
kesenjangan antara kinerja nyata dengan kinerja sesungguhnya dapat ditampilkan.
c)
Harus
diupayakan agar birokrasi tidak cepat merasa puas. Artinya, meskipun kinerjanya
di masa lalu dianggap merasa sudah cukup memuaskan, perlu ditanamkan kesadaaran
bahwa kinerja yang memuaskan itu masih dapat dan masih harus ditingkatkan.
Kinerja yang memuaskan di masa lalu belum tentu dapat diterima sebagai kinerja
yang memuaskan di masa mendatang. Alasannya ialah karena tuntutan masyarakat
yang semakin meningkat, baik dalam arti intensitasnya maupun frekuensinya.
d)
Dalam
lingkungan birokrasi perlu ditumbuhkan dan dipelihara iklim persaingan yang
positif. Biasanya dalam lingkungan birokrasi terdapat satuan kerja yang
dianggap hebat kinerjanya. Kehebatan tersebut memang harus berdasarkan
penelitian satu pihak yang di samping memiliki keahlian melakukan penelitian
dan penilaian kinerja organisasional, juga harus bersikap netral dan merupakan
pihak yang tidak berkepentingan sehingga penilaian bersifat objektif.
e)
Peningkatan
kinerja harus selalu dikaitkan dengan penerapan prinsip efisiensi. Artinya,
dalam upaya menampilkan kinerja yang memuaskan, suatu sistem bekerja sedemikian
rupa sehingga hanya menggunakan sebagian sarana, daya, dan dana yang
dialokasikan untuk menyelenggarakan fungsinya. Jadi, prinsip efisiensi yang
lebih tepat ialah sasaran yang ditetapkan baginya tercapai tanpa harus
menghabiskan sarana, daya, dan dana yang tersedia.
f)
Organisasi
dengan kinerja tinggi menjadi contoh bagi organisasi lain sekaligus sebagai
sumber ide bagi mereka. Dengan kata lain, satuan organisasi dengan kinerja
tinggi dibandingkan dengan berbagai satuan kerja lainnya.
g)
Organisasi
dengan kinerja tinggi mampu memenuhi persyarakatan ideal yang dituntut oleh
kondisi budaya organisasi itu berada dan bergerak. Faktor ini penting mendapat
tekanan karena, meskipun setiap organisasi mempunyai budaya sendiri, budaya
tersebut harus digali dan diangkat dari budaya nasional. Budaya nasional
membuat suatu masyarakat bangsa mempunyai jati diri sendiri yang tercermin pula
pada budaya birokrasinya.
2.
Kinerja
Birokrasi di Bidang Politik
Kiranya tepat
apabila dikatakan birokrasi pemerintahan merupakan alat utama bagi suatu Negara
untuk mencapai tujuan politiknya. Secara tradisional, sebagai alat pencapain
politik, birokrasi diharapkan “berada di atas semua golongan”. Paradigma
tersebut tetap relevan dan bahkan perlu dipegang teguh oleh para anggota
birokrasi pemerintahan. Dalam konteks itu, kinerja birokrasi dalam politik
harus diukur dari efektivitas pemantapan kehidupan yang demokratis di bidang
politik. Agar mampu menapilkan kinerja yang memuaskan, birokrasi harus
memainkan peranan selaku stabilisator, katalisator, fasilitator, dan
dinamisator.
Peranan selaku stabilisator. Proses
pengembangan kehidupan yang makin demokratis memerlukan kondisi masyarakat dan
Negara yang aman dan tertib. Dapat dibayangkan, pembangunan politik tidak akan
berjalan lancer apabila masyarakat selalu menghadapi situasi yang lebih baik
dalam bentuk gangguan keamanan dan ketertiban serta ancaman yang bersumber dari
dalam maupun dari luar negeri. Ancaman yang bersumber dari dalam negeri dapat
berupa upaya perebutan kekuasaan oleh suatu kelompok dengan atau tanpa kekuatan
senjata. Jika hal itu berhasil dilakukan, tetap aka nada pihak lain yang juga
ingin berkuasa. Ancaman yang datang dari luar negeri pun harus selalu diwaspadai.
Meskipun ancaman dalam bentuk serangan bersenjata mungkin tidak dihadapi,
ancaman dalam berbagai bentuk yang “lebih halus” tetap ada. Salah satu
bentuknya ialah keinginan suatu Negara yang merasa kuat untuk mempertahankan
dan memperluas hegemoninya.
Peranan selaku katalisator. Seperti
diketahui katalisator adalah sesuatu yang memungkinkan perubahan terjadi.
Selaku katalisator, birokrasi pemerintah perlu memainkan peran tertentu
sehingga proses perubahan di bidang politik berlangsung tanpa gejolak. Peranan
ini sangat penting sebagai upaya menampilkan kinerja politik yang memuaskan
karena tidak mustahil upaya pengembangan kehidupan yang makin demokratis
menghadapi penolakan dari berbagai kelompok di masyarakat. Agar peranan
tersebut dimainkan dengan efektif, dalam lingkungan birokrasi sendiri harus
terjadi proses demokratisasi. Dengan demikian, birokrasi dapat dijadikan
sebagai panutan atau role model di
bidang politik. Dengan keberhasilan birokrasi mendemokrasikan dirinya, akan
terjadi apa yang biasa disebut sebagai “efek bola salju” atau snowballing effect dalam arti bahwa
makin lama proses demokratisasi berlangsung, makin kuat dampak positif dari
perubahan yang terjadi.
Peranan selaku fasilitator. berkaitan erat
dengan peranan selaku katalisator, birokrasi juga diharapkan berperan selaku
fasilitator. salah satu bentuknya ialah penciptaan iklim yang kondusif untuk
mewujudkan perubahan oleh berbagai pihak di luar birokrasi. Penciptaan iklim
yang kondusif artinya perumusan kebijakan politik yang memungkinkan berbagai
kelompok di masyarakat memainkan peranan politiknya, perlakuan yang sama dan
adil terhadap semua kekuatan politik yang ada di masyarakat, dan kebebasan
menyampaikan pendapat serta menyalurkan aspirasi politik para anggota
masyarakat. Dengan demikian, iklim dimaksud harus dapat dimanfaatkan,
sedikitnya oleh lembaga legislatif, partai politik, dan pers.
Peranan selaku dinamisator. Demokratisasi
kehidupan di bidang politik merupakan suatu proses. Perlu waktu lam agar
terwujud dan terus berlanjut. Untuk menjamin kesinambungan itulah peranan
birokrasi selaku dinamisator sangat diperlukan. Ada kalanya, pihak yang pada
permulaan proses demokratisasi sangat bersemangat untuk turut terlibat di
dalamnya akan tetapi semngat itu makin lam makin melemah. Salah satu
penyebabnya ialah apabila timbul persepsi bahwa perubahan itu tidak membuahkan
hasil secepatnya seperti yang diinginkan atau jauh dari yang diharapkan.
Tolok ukur utama
kinerja birokrasi di bidang politik ialah terjadi tidaknya proses demokratisasi
pada masyarakat.
3.
Kinerja
Birokrasi di Bidang Ekonomi
Tantangan berat
akan dihadapi birokrasi pemerintahan di bidang ekonomi karena ekonomi dipandang
sebagai indicator kuat apakah birokrasi yang bersangkutan mampu
menyelenggarakan fungsinya dengan efektif atau tidak. Unsur-unsur tantangan di
bidang ekonomi yang diperkirakan akan menonjol untuk dihadapi berkisar pada
empat hal pokok, yaitu menyangkut kebijakan di bidang ekonomi, peranan aparatur
perekonomian Negara, swastanisasi, dan tuntutan privatisasi yang makin kuat.
Kebijaksanaan di bidang ekonomi. Tidak dapat
disangkal bahwa pemerintahan suatu Negara berkewajiban mengatur perekonomian
nasional di Negara yang bersangkutan.
Sumber:
Siagian, Sondang P. 1998. MANAJEMEN ABAD 21. Jakarta: Bumi Aksara.
Opini:
Menurut
saya dalam materi yang mengajarkan tentang peningkatan kinerja organisasional
ini kita diajarkan bagaimana cara meningkatkan kinerja di abad ke 21 ini, di bidang
politik, ekonomi, sosial budaya, dan administrative sebagai suatu sistem
kinerja yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar