Jumat, 19 Januari 2018

PERKEMBANGAN TERAKHIR DALAM ETIKA BISNIS DAN PROFESI

ETIKA PROFESI AKUNTANSI
PERKEMBANGAN TERAKHIR DALAM ETIKA BISNIS DAN PROFESI

Disusun Oleh:
Nama         : Mardhiah Thahirah
NPM          : 26214360
Kelas          : 4EB06

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
Mata Kuliah: Etika Profesi Akuntansi


PERKEMBANGAN TERAKHIR DALAM ETIKA BISNIS DAN PROFESI
Kata Etika sendiri berasal dari kata “ETHOS” dari bangsa Yunani yang memiliki arti nilai – nilai, norma – norma, kaidah dan ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang didefinisikan oleh bebrapa ahli sebagai berikut:
·           Drs. O.P Simorangkir
Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
·           Drs. Sidi. Gajalba dan Sistematika filsafat
Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
·           Drs. H. Burhanudin Salam
Cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.

Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknikdan desainer
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
Etika dalam dunia bisnis diperlukan untuk menjaga hubungan baik dan fairness dalam dunia bisnis. Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali timbul di amerika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahami perkembangan etika bisnis De George membedakannya kepada lima periode, yaitu:     
1.             Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain, menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Pada masa ini masalah moral disekitar ekonomi dan bisnis disoroti dari sudut pandang teologi.     
2.             Masa Peralihan: Tahun 1960-an
Pada saat ini terjadi perkembangan baru yang dapat disebut sbagai prsiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis. Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan), pada saat ini juga timbul anti konsumerisme.
Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan memasukan mata kuliah baru ke dalam kurikulum dengan nama busines and society and coorporate sosial responsibility, walaupun masih menggunakan pendekatan keilmuan yang beragam minus etika filosofis.
3.             Etika Bisnis Lahir di AS: Tahun 1970-an
Terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
·          Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika  bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis.
·       Terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
4.             Etika Bisnis Meluas ke Eropa: Tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Hal ini pertama kali ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat, yang mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada tahun 1987 didirikan pula European Ethics Network (EBEN), yang digunakan sebagai forum pertemuan antara akademisi dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari organisasi nasional dan internasional.
5.             Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: Tahun 1990-an
Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah Institute of Moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di India etika bisnis dipraktekkan oleh Management Center of Human Values yang didirikan oleh dewan direksi dari Indian Institute of Management di Kalkutta tahun 1992. Lalu pada 25-28 Juli 1996, telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) di Tokyo.
Di Indonesia sendiri, pada beberapa perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.

Etika Profesional Profesi Akuntan Publik
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.

SUMBER


Kamis, 18 Januari 2018

ISU ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA BISNIS DAN PROFESI

ETIKA PROFESI AKUNTANSI
ISU ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA BISNIS DAN PROFESI

Disusun Oleh:
Nama         : Mardhiah Thahirah
NPM          : 26214360
Kelas          : 4EB06

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
Mata Kuliah: Etika Profesi Akuntansi


Isu Etika Signifikan Dalam Dunia Bisnis Dan Profesi

I.               Benturan Kepentingan (Conflict of Interests)

Menurut Hartman dan Desjardins (2012), benturan kepentingan adalah terjadi ketika seseorang memegang sebuah posisi di mana ia diberikan kepercayaan untuk membuat penilaian atas nama pihak lain, namun kepentingan atau kewajiban pribadinya bertentangan (berkonflik) dengan kepentingan atau kewajiban pihak lainnya itu. Benturan kepentingan juga timbul ketika kewajiban etis seseorang dalam tugasnya berbenturan dengan kepentingan pribadi. Benturan kepentingan mempengaruhi kepentingan publik atau perusahaan, yaitu pengabaian kepentingan publik demi kepentingan pribadi baik finansial maupun nonfinansial. Selain itu, konflik kepentingan mempengaruhi pengambilan keputusan yang bertujuan meluluskan kepentingan pribadinya. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, benturan kepentingan merupakan masalah penting karena bagian dari tindakan yang tidak etis.
Benturan kepentingan adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan kepercayaan, seperti akuntan, pengacara, eksekutif atau direktur suatu perusahaan yang mana memiliki kepentingan profesional dan pribadi yang bersinggungan. Persinggungan kepentingan ini dapat menyulitkan orang tersebut untuk menjalankan tugasnya. Suatu benturan kepentingan dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang atau bahkan terhadap suatu profesi. Dalam pengertiannya, benturan kepentingan tidak semata-mata suatu konflik antara kepentingan yang berlawanan, meskipun sebenarnya hal ini terkait juga. Semua situasi konflik kepentingan adalah kecurigaan dari segi moral. Oleh karena itu, sangat penting bagi karyawan, manajer, direksi, dan profesional seperti akuntan baik internal maupun eksternal untuk peka terhadap situasi yang sudah atau akan menimbulkan konflik kepentingan.
Benturan kepentingan masih bersifat potensial ketika jika dan hanya jika pengambil keputusan belum berada dalam situasi di mana dia harus membuat pertimbangan. Konflik kepentingan benar-benar terjadi ketika jika dan hanya jika pengambil keputusan sudah berada pada situasi di mana dia harus membuat pertimbangan. Terkadang konflik kepentingan dikatakan terjadi pada situasi di mana konflik kepentingan tidak ada tetapi karena kesenjangan informasi antar pihak yang satu dan lainnya mengakibatkan pengambil keputusan diduga melakukan kesalahan.
Salah satu contoh adanya konflik kepentingan adalah kasus manajemen laba Enron yang melibatkan manajer, pemegang saham dan auditor. Semua pihak yang terlibat bertindak atas kepentingan pribadi mereka sendiri. Pemegang saham hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah terhadap investasi mereka di dalam perusahaan. Sedangkan para manajer berkepentingan terhadap kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. Akibat perbedaan kepentingan ini adalah masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan pribadi masing-masing. Pemegang saham menginginkan pengembalian yang sebesar-besarnya, yaitu dicerminkan dengan kenaikan porsi dividen dari tiap saham yang dimilikinya. Manajer menginginkan kepentingannya diakomodir yaitu pemberian kompensasi, bonus, dan insentif lainnya yang memadai dan sebesar-besarnya atas kinerjanya. Akibatnya, manajer berada pada situasi konflik kepentingan dan terjadilah penyalahgunaan tanggung jawab dengan cara memanipulasi angka laba pada laporan keuangan eksternal sehingga seolah-olah kinerja perusahaan baik demi kepentingan finansial pribadi.
Konflik kepentingan pada kasus mega skandal Enron tidak hanya terjadi antara manajer dan pemegang saham, tetapi juga melibatkan kantor akuntan publik ternama saat itu, yaitu KAP Arthur Andersen. David Duncan merupakan kepala akuntan profesional yang dipekerjakan Arthur Andersen, walaupun ia dibayar dan ditugaskan untuk bekerja di Enron. Situasi ini dapat menciptakan konflik kepentingan yang nyata antara tanggung jawab akuntan sebagai profesional dan kepentingan pribadinya secara finansial. Selain itu, akuntan profesional juga memiliki tanggung jawab profesional kepada masyarakat. Akan tetapi mereka bekerja untuk klien yang kepentingannya tidak selalu terpenuhi dengan pengungkapan informasi yang menyeluruh, akurat dan independen. Sedangkan mereka dibayar oleh tim manajemen yang memiliki kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan pemegang saham. Dengan demikian, konflik yang nyata dan rumit dapat terjadi antara tugas profesional dan kepentingan pribadi profesional itu sendiri yang mana jika para profesional tidak mampu menahan diri maka dampak buruk yang diterima tidak hanya kepada diri pribadi profesional tersebut melainkan kepada citra profesi secara menyeluruh seperti yang dilakukan oleh KAP Arthur Andersen.
Tekuaknya kasus mega skandal Enron dan KAP Arthur Andersen berdampak sangat buruk terhadap citra profesi akuntansi secara keseluruhan hingga saat ini. Oleh karena itu, Kevin Bahr dalam Hartsman dan Desjardins (2012) mengidentifikasi beberapa penyebab konflik kepentingan dalam profesi akuntan, khususnya akuntan publik:
1.        Hubungan keuangan antara kantor akuntan publik dengan klien auditnya.
2.      Konflik di antara jasa-jasa yang ditawarkan oleh kantor akuntan publik yaitu jasa konsultasi manajemen yang mempengaruhi independensi dari opini perusahaan akibat adanya fee tambahan.
3.        Kurangnya independensi dan keahlian dari komite audit.
4.        Peraturan yang dibuat sendiri oleh organisasi profesi akuntan.
5.        Kurang aktifnya pemegang saham dalam mengawasi dewan direksi dan manajemen.
6.     Keserakahan jangka pendek eksekutif yang bertentangan dengan kemakmuran pemegang saham jangka panjang.
7.        Adanya skema kompensasi eksekutif.
8.      Skema kompensasi untuk analis sekuritas yang menimbulkan konflik kepentingan potensial bagi analis tersebut.

Hal seperti contoh kasus di atas harus dihindari baik oleh eksekutif dan juga profesi akuntan agar semua proses pengambilan keputusan publik dilakukan secara profesional dan tidak menimbulkan kerugian termasuk kerugian pribadi secara moral. Oleh karena itu, konflik kepentingan dan keinginan terselubung menjadi masalah pada dunia bisnis dan profesi akuntan yang secara etika semestinya tidak dilakukan.
Berikut beberapa upaya perusahaan dan organisasi profesi dalam menghindari terjadinya konflik kepentingan di dalam dunia bisnis dan profesi, yaitu:
1)      Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan konflik kepentingan antara kepentingan pribadi dengan perusahaan sehingga konsekuensi buruk dapat diminimalisir.
2)        Memastikan bahwa seluruh karyawan, manajer, dan profesional akuntansi memperhatikan dan mengetahui situasi-situasi yang berhubungan dengan konflik kepentingan dan konsekuensi-konsekuensinya melalui penyusunan kode etik dan pelatihan yang terkait.
3)  Menginstruksikan karyawan, manajer dan profesi akuntan untuk menjaga informasi-informasi perusahaan yang bersifat rahasia.
4)        Karyawan, manajer, dan profesi akuntan diminta untuk tidak memiliki bisnis yang sama dengan perusahaan dan perusahaan menghormati hak setiap karyawan, manajer dan profesi akuntan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja yang sah dan bebas dari konflik kepentingan.
5)        Mengungkapkan dan melaporkan setiap kegiatan di luar perusahaan kepada atasan.
6)    Menghindarkan diri dari memiliki kepentingan baik finansial maupun non finansial terhadap perusahaan pesaing, termasuk menghindari situasi yang dapat menimbulkan kesan akan adanya konflik kepentingan.
7)    Karyawan, manajer dan profesi akuntan diminta untuk tidak memegang jabatan di luar perusahaan kecuali telah mendapat persetujuan atasan.
II.           Etika Dalam Tempat Kerja
Kemerosotan nilai dalam dunia kerja juga diakui oleh ahli filsafat Franz Magnis Suseno, bahwa etika dalam tempat kerja mulai tergeser oleh kepentingan pencapaian keuntungan secepat-cepatnya. Eika sudah tidak ada lagi dan kegiatanekonomi hanya dimaknakan sebagai usaha mencari uang dengan cepat. Akibatnya, perusahaan memberlakukan karyawan dengan buruk dan tidak menghormati setiap pribadi. Etika dalam profesionalisme bisnis. Ada dua hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian memperdayasaingan. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga insan bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang asal-asalan.
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”. Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1)        Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatifdari pihak konsumen.
2)        Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.
3)        Etika dalam hubungan dengan public
Hubungan dengan publik harus di jaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup.
III.         Aktivitas Bisnis Internasional – Masalah Budaya
Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan sesuatu.
Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.
IV.        Akuntabilitas Sosial

Akuntabilitas adalah istilah umum untuk menjelaskan bagaimana sejumlah organisasi telah memperlihatkan bahwa mereka sudah memenuhi misi yang mereka emban (Benveniste dalam Lako, 2010). Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat (Afriyadi dalam Lako, 2011). Sesungguhnya, konsep tentang akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan accountabilityyang diartikan sebagai “yang dapat dipertanggungjawabkan” atau dalam kata sifat disebut sebagai accountable. Pengertian accountabilitydanresponsibility seringkali diartikan sama. Padahal maknanya jelas sangat berbeda yaitu responsibility diartikan sebagai “tanggung jawab.”
Perusahaan dan profesi harus mengakui bahwa walaupun mereka adalah utamanya untuk shareholders saja tetapi kini mereka harus meningkatkan rangenya menjadi lebih luas kepada stakeholders. Oleh karena itu, pada saat ini telah terjadi pergeseran paradigma yaitu dari akuntabilitas kepada shareholders menjadi akuntabilitas kepada stakeholders atau akuntabilitas sosial. Akibatnya perusahaan dan para profesional, khususnya profes akuntan harus meningkatkan perhatian dalam pengukuran, lebih dari sekedar laporan keuangan untuk memuaskan para pemegang saham yang bervariasi, mengetahui seberapa baik teknik manajemen bekerja dan apa yang harus dilaporkan kepada board committee demi memenuhi pengungkapan dalam kontrak perjanjian tetapi  juga sebesar apa tanggung jawabnya juga kepada publik atau masyarakat (sosial).
Akuntabilitas sosial menjadi isu etika karena banyaknya perusahaan yang tidak memperhatikan tanggung jawabnya kepada sosial (masyarakat) melainkan hanya berorientasi kepada para shareholder dan keuntungan yang maksmimum. Padahal, dunia bisnis dituntut menyelaraskan pencapaian kinerja ekonomi (profit) dengan kinerja sosial (people) dan kinerja lingkungan (planet) atau disebut tripple bottom-line perfomance. Pencapaian itu pada akhirnya akan menempatkan perusahaan menjadi good corporate citizen dan meraup keuntungan yang langgeng dan berlimpah (multiplier benefits) serta perusahaan tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan (sustainable business). Oleh karena itu, bisnis hendaknya melibatkan dan atau memperhitungkan masyarakat sekitar dalam setiap kegiatan bisnisnya dan tidak mengabaikan mereka.
Tujuan adanya akuntabilitas sosial antara lain adalah:
1)  Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan.
2)      Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
3)       Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.
Ada dua dimensi utama dalam akuntabilitas sosial. Pertama, melaporkan dan mengungkapkancosts dan benefits dari aktivitas ekonomi perusahaan yang secara langsung berdampak pada profitabilitas (laba). Costs dan benefits tersebut bisa dihitung dan dikuantifikasi secara akuntansi.Kedua, melaporkan costs dan benefits dari aktivitas ekonomi perusahaan yang berdampak langsung pada individu, masyarakat dan lingkungan. Benefits itu sulit dikuantifikasi sehingga pelaporannya harus dilakukan secara kualitatif.
Akuntabilitas sosial menjadi isu penting saat ini dikarenakan kemajuan perkembangannya cukup lamban. Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Proses pengukuran akuntabilitas sosial terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1.       Menentukan biaya dan manfaat sosial dengan memperhatikan sistem nilai masyarakat yang mana juga berguna dalam mengidentifikasi kontribusi dan kerugian secara spesifik.
2.        Menghitung biaya dan manfaat dari aktivitas yang menimbulkan biaya dan manfaat sosial yang ditentukan dari kerugian dan kontribusi.
3.        Menempatkan nilai moneter pada jumlah akhir.

V.            Manajemen Krisis
Krisis merupakan suatu kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk berdampak negatif maupun positif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan organisasi dan karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi . Krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dimana perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang tidak diharapkan ataupun perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik. Organisasi yang memikirkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari suatu krisis akan berusaha untuk mempersiapkan diri sebelum krisis tersebut terjadi. Bahkan ada peluang dimana organisasi dapat mengubah krisis menjadi suatu kesempatan untuk memperoleh dukungan publik
Sebab Krisis Krisis terjadi apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan publiknya. Secara umum dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah
1.        Sebab Umum:
·      Gangguan kesejahtraan dan rasa aman
·      Tanggung jawab sosial diabaikan
2.        Sebab Khusus:
·      Kesalahan pengelola yang mengganggu lapisan bawah
·      Penurunan profit yang tajam
·      Penyelewengan
·      Perubahan permintaan pasar
·      Kegagalan/penarikan produk
·      Regulasi dan deregulasi
·      Kecelakaan atau bencana alam

Suatu krisis menurut pendapat Steven Fink dapat dikategorikan kedalam empat level perkembangan, yakni:
1.        Tahap Prodomal
Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan masih bisa bergerak dengan lincah. Padahal pada tahap ini, bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak), krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus segera diatasi.
Tahap ini juga merupakan bagian dari turning point. Bila manajemen gagal mengartikan atau menangkap sinyal ini, krisis akan bergeser ke tahap yang lebih serius: tahap akut.
Contoh: Kasus rush nasabah bank BCA tahun 1998
2.        Tahap Akut
Meski bukan di sini awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas. Dalam banyak hal, krisis yang akut sering disebut sebagai the point of no return. Artinya, sekali sinyal – sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal) tidak digubris, ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun , berapa besar kerugian lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor yang mengendalikan krisis.
Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan leh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh kompleksnya permasalahan.
3.        Tahap Kronis
Organisasi masih merasakan dampak dari krisis yang terjadi dan terkadang dampak ini bisa lebih lama dari krisis itu sendiri. Tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self analysis. Di dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan struktural. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan.
Contoh: Kasus tumpahan minyak Kapal Exxon Valdez (1989).
4.        Tahap Resolusi (Penyembuhan)
Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Meski bencana besar dianggap sudah berlalu, tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan membawa kembali pada keadaan semula (prodromal).

CONTOH KASUS
Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen dan Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah memepertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama. Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap proses peradilan ). Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada nilainya. KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002.
Sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001. CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen. Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di Amerika. Tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki. KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningakat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron. Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru. Tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya. Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron. Tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002. Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.

KESIMPULAN
Pihak manajemen Enron telah melakukan berbagaimacam pelanggaran praktik bisnis yang sehat melakukan (Deception, discrimination of information, coercion, bribery) dan keluar dari prinsif good corporate governance.Akhirnya Enron harus menuai suatu kehancuran yang tragis dengan meninggalkan hutang milyaran dolar.
KAP Andersen sebagai pihak yang seharusnya menjungjung tinggi independensi, dan profesionalisme telah melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari tanggungjawab terhadap profesi maupun masyarakat diantaranya melalui Deception, discrimination of information, coercion, bribery. Akhirnya KAP Andersen di tutup disamping harus mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum.

KRITIK DAN SARAN
Dari berbagai macam kasus di atas harus menjadi sebuah pelajaran sesungguhnya suatu praktik atau prilaku yang dilandasi dengan ketidak baikan maka akhirnya akan menuai ketidak baikan pula termasuk kemadharatan bagi banyak pihak.Hal ini bukan hanya berlaku di Amerika Serikat tetapi bagi semua orang/pihak yang ada di belahan dunia ini.

SUMBER