Selasa, 12 Mei 2015

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB V
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN

  1. Kemiskinan Dan Konsep Kemiskinan

Kemiskinan merupakan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan memperbaiki keadaan. Kemiskinan dapat diartikan secara lebih luas dengan menambahkan faktor-faktor lain seperti faktor sosial dan moral. Secara konvensional, kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan individu atau masyarakat yang berada di bawah garis tertentu. Secara umum pengertian dari kemiskinan sangat beragam, tergantung dasar pemikiran dan cara pandang seseorang. Namun kemiskinan identik dengan ketidakmampuan sekelompok masyarakat yang terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitas (kemiskinan struktural).
Kemiskinan juga dapat didefinisikan menurut dua pendekatan. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diukur dengan suatu standart tertentu, sementara kemiskinan relatif bersifat kondisional, biasanya membandingkan pendapatan sekelompok orang dengan pendapatan kelompok lain. Sedang kemiskinan absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau mereka berada di bawah garis kemiskinan internasional.
Kemiskinan menurut Edi Suharto dalam Abdul Hakim (2002:219) adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi:
1.      Sumber keuangan (mata pencaharian, kredit, modal)
2.      Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, kesehatan, alat produksi)
3.      Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa.
4.      Organisasi sosial dan politik yang digunakan untuk mencapai kepentingan bersama.
5.      Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.
6.      Pengetahuan dan keterampilan.
Konsep Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah masyarakat. Kemiskinan sebagai fenomena sosial yang telah lama ada, berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi tinggi. Substansi kemiskinan adalah kondisi deprevasi tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo, 1995:11).
Kemiskinan juga sering disandingkan dengan kesenjangan, karena masalah kesenjangan mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan. Substansi kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. Sudibyo (1995:11) mengatakan bahwa “apabila berbicara mengenai kemiskinan maka kemiskinan dinilai secara mutlak, sedangkan penilaian terhadap kesenjangan digunakan secara relatif”. Dalam suatu masyarakat mungkin tidak ada yang miskin, tapi kesenjangan masih dapat terjadi di dalam masyarakat tersebut.
Sebagian besar dari penduduk miskin ini tinggal diperdesaan dengan mata pencaharian pokok dibidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional tersebut. Permasalahan tersebut menyiratkan adanya ketidakmerataan dan kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan.

  1. Garis Kemiskinan

Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.

Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.



Rumusan dari garis kemiskinan adalah sebagai berikut:
Garis kemiskinan menunjukkan jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

  1. Penyebab Dan Dampak Kemiskinan

Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab (Spicker, 2002), yaitu: Pertama, Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud seperti malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja. Kedua, Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah telah membawa dia kedalam kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya, sehingga anaknya juga akan jatuh pada kemiskinan. Demikian, secara terus menerus dan turun tenurun. Ketiga, Subcultural explanation, menurut Mazhab ini bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat karakteristik perilaku lingkungan. Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah kaum perempuan, kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan menerima apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormat meski tidak diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Keempat, Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturan lain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah dan haknya terbatas.
Kemiskinan telah memberikan dampak yang luas terhadap kehidupan, bukan hanya kehidupan pribadi mereka yang miskin, tetapi juga bagi orang-orang yang tidak tergolong miskin. Kemiskinan bukan hanya menjadi beban pribadi, tetapi juga menjadi beban dan tanggungjawab masyarakat, negara dan dunia untuk menanggulanginya. Kemiskinan juga disinyalir berdampak pada berbagai penyakit sosial, kerusuhan, ketidakteraturan, bahkan dapat menjatuhkan suatu pemerintahan, seperti kisahnya revolusi Perancis, kejatuhan orde lama dan juga orde baru dipicu oleh kemiskinan dan kesenjangan. Di sinilah letak pentingnya peran pemerintah, yaitu memainkan perannya dalam hal stabilitas, alokasi, dan distribusi. Pemerintah harus berpihak pada rakyat karena satu dari beberapa tugasnya dalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

  1. Pertumbuhan Kesenjangan Dan Kemiskinan

Pertumbuhan Kesenjangan
Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun. Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira, 1999, 4). Versi dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkankan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun (dasawarsa) memberikan indikasi naiknya tingkat kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income (Deininger & Squire, 1996). Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

  1. Beberapa Indikator Kesenjangan Dan Kemiskinan

Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the Generalized Entropy (GE), ukuran Atkinson, dan KoefisienGini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1 yaitu:
·         Bila 0: kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama daripendapatan)
·         Bila 1: ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketida kmerataan distribusi pendapatan.
Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49. Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan  menjadi tiga group :
·         40% penduduk dengan pendapatan rendah,
·         40% penduduk dengan pendapatan menengah,
·         20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
Selanjutnya, ketidak merataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut  kriteria Bank Dunia, tingkat ketidak merataan dalam distribusi yaitu pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidak merataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
Indikator Kemiskinan
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu:
1.      Pendekatan Kebutuhan Dasar (Basic Needs Approach)
Basic Needs Appoarch merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar 
2.      Pendekatan Head Count Index
Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (nonfoodline).

  1. Kemiskinan Di Indonesia

Antara pertengahan tahun 1960-an sampai tahun 1996, waktu Indonesia berada dibawah kepemimpinan Pemerintahan Orde Baru Suharto, tingkat kemiskinan di Indonesia menurun drastis-baik di desa maupun di kota, karena pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat dan adanya program-program penanggulangan kemiskinan yang efisien. Selama pemerintahan Suharto angka penduduk Indonesia yang tinggal di bawah garis kemiskinan menurun drastis, dari awalnya sekitar setengah dari jumlah keseluruhan populasi penduduk Indonesia, sampai hanya sekitar 11 persen saja. Namun, ketika pada tahun 1990-an Krisis Finansial Asia terjadi, tingkat kemiskinan melejit tinggi, dari 11 persen menjadi 19.9 persen di akhir tahun 1998, yang berarti prestasi yang sudah diraih Orde Baru hancur seketika. Tabel berikut ini memperlihatkan angka kemiskinan di Indonesia, baik relatif maupun absolut:

 2006
 2007
 2008
 2009
 2010
 2011
 2012
 2013
 2014
Kemiskinan Relatif
(% dari populasi)
 17.8
 16.6
 15.4
 14.2
 13.3
 12.5
 11.7
 11.5
 11.0
Kemiskinan Absolut
(dalam jutaan)
   39
   37
   35
   33
   31
   30
   29
   29
   28
Koefisien Gini/
Rasio Gini
    -
 0.35
 0.35
 0.37
 0.38
 0.41
 0.41
 0.41
    -







Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan. Namun, pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan dan kondisi yang tidak ketat mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang lebih positif dari kenyataannya. Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, maka persentase tabel di atas akan kelihatan tidak akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut Bank Dunia, angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan. Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia menyatakan bahwa sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 60 juta jiwa) hidup sedikit di atas garis kemiskinan.
Salah satu karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah perbedaan yang begitu besar antara nilai kemiskinan relatif dan nilai kemiskinan absolut dalam hubungan dengan lokasi geografis. Jika dalam pengertian absolut lebih dari setengah jumlah total penduduk Indonesia yang hidup miskin berada di pulau Jawa (yang berlokasi di bagian barat Indonesia dengan populasi padat), dalam pengertian relatif propinsi-propinsi di Indonesia Timur menunjukkan nilai kemiskinan yang lebih tinggi.
Tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi di Indonesia Timur ini, di mana sebagian besar penduduknya adalah petani, kebanyakan ditemukan di wilayah pedesaan. Di daerah tersebut masyarakat adat sudah lama hidup di pinggir proses dan program pembangunan. Migrasi ke daerah perkotaan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pekerjaan dan dengan demikian menghindari kemiskinan.
Stabilitas harga makanan (khususnya beras) adalah masalah penting bagi Indonesia sebagai negara yang penduduknya menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk membeli beras. Oleh karena itu, tekanan inflasi harga beras (misalnya karena gagal panen) dapat memiliki konsekuensi serius bagi mereka yang miskin atau hampir miskin dan secara signifikan menaikkan persentase angka kemiskinan di negara ini.
Indonesia telah mengalami proses urbanisai yang cepat dan pesat. Sejak pertengahan 1990-an jumlah absolut penduduk pedesaan di Indonesia mulai menurun dan saat ini lebih dari setengah total penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan (20 tahun yang lalu sekitar sepertiga populasi Indonesia tinggal di kota).
Kecuali beberapa propinsi, wilayah pedesaan di Indonesia relatifnya lebih miskin dibanding wilayah perkotaan. Angka kemiskinan pedesaan Indonesia (persentase penduduk pedesaan yang hidup di bawah garis kemiskinan desa tingkat nasional) turun hingga sekitar 20 persen di pertengahan 1990-an tetapi melonjak tinggi ketika Krisis Finansial Asia (Krismon) terjadi antara tahun 1997 dan 1998, yang mengakibatkan nilainya naik mencapai 26 persen. Setelah tahun 2006, terjadi penurunan angka kemiskinan di pedesaan yang cukup signifikan.

  1. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kemiskinan

1.      Pengangguran
Semakin banyak pengangguran, semakin banyak pula orang-orang miskin yang ada di sekitar. Karena pengangguran atau orang yang menganggur tidak bisa mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal kebutuhan setiap manusia itu semakin hari semakin bertambah. Selain itu pengangguran juga menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat, yaitu pengangguran dapat menjadikan orang biasa menjadi pencuri, perampok, dan pengemis yang akan meresahkan masyarakat sekitar.
2.      Tingkat Pendidikan Yang Rendah
Tidak adanya keterampilan, ilmu pengetahuan, dan wawasan yang lebih, masyarakat tidak akan mampu memperbaiki hidupnya menjadi lebih baik. Karena dengan pendidikan masyarakat bisa mengerti dan memahami bagaimana cara untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia. Dengan belajar, orang yang semula tidak bisa menjadi bisa, salah menjadi benar, dsb. Maka dengan tingkat pendidikan yang rendah masyarakat akan dekat dengan kemiskinan. 
3.      Bencana Alam
Banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan tsunami menyebabkan gagalnya panen para petani, sehingga tidak ada bahan makanan untuk dikonsumsi dan dijual kepada penadah atau koperasi. Kesulitan bahan makanan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak dapat terpenuhi.

  1. Kebijakan Anti Kemiskinan

Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi. Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
1.           Pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2.           Pemerintahan yang baik (good governance)
3.           Pembangunan sosial
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
  1. Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan
  2. Intervensi jangka menengah dan panjang
·         Pembangunan sektor swasta
·         Kerjasama regional
·         APBN dan administrasi
·         Desentralisasi
·         Pendidikan dan Kesehatan
·         Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan


Soal
1.      Ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi adalah pengertian dari?
a.       Substansi Jasmani
b.      Substansi kemiskinan
c.       Substansi Rohani
d.      Substansi kesenjangan
2.      Ada berapakah kemiskinan dapat di definisikan dalam bentuk pendekatan?
a.       3
b.      2
c.       4
d.      1
3.      Apa sajakah strategi yang dilakukan untuk mengurangi kemiskinan, kecuali…
a.       Pembangunan Sosial
b.      Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
c.       Pemerintah yang baik (good governance)
d.      Penyediaan air bersih
4.      Kemiskinan menurut Edi Suharto dalam Abdul Hakim (2002:219) adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Apa sajakah yang termasuk basis kekuasaan sosial, kecuali…
a.        Pengetahuan dan keterampilan
b.      Sumber keuangan (mata pencaharian, kredit, modal)
c.       Tenaga Kerja
d.      Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa

5.      Apa sajakah peran pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan, kecuali...
a. Sumber Keuangan
b. Stabilitas
c. Alokasi
d. Distribusi



BAB VI
PEMBANGUNAN EKONOMI DAN OTONOMI DAERAH

      A. Undang-Undang Otonomi Daerah

Reformasi yang bergulir semenjak tahun 1998 membawa perubahan besar pada aspirasi daerah, kalau tadinya pemerintah pusat memainkan peran vital dalam pembangunan daerah, sistem yang sering disebut sebagai sentralistik, maka sedikit banyak reformasi telah memberikan pengaruh pada daerah berupa tuntutan untuk melaksanakan otonomi daerah secara lebih luas dan nyata. Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1.      Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah.
2.      Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
3.      Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
4.      Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5.      Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
6.      Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
7.      Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Ada beberapa alasan munculnya Undang-Undang Otonomi Daerah:
§  Terjadinya krisis ekonomi yang pada akhirnya memunculkan krisis multi dimensi
§  Isu disintegrasi yang merebak di beberapa propinsi yang kaya Sumberdaya
§  UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
 Selain itu, berikut ini merupakan tujuan dari beberapa pasal undang-undang:
·         UU No. 22 Ć  untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaran otonomi daerah
·         UU No. 25 Ć  Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah serta sistem perimbangan keuangan yang baik antara pusat dan daerah

  1. Perubahan Penerimaan Daerah Dan Peranan Pendapat Asli Daerah

Pendapatan daerah: PAD, bagi hasil pajak dan non pajak, pemberian dari pemerintah. Dalam UU No. 25 ada tambahan pos penerimaan daerah yaitu dana perimbangan dari pemerintah pusat. Beberapa dampak dari diberlakukannya UU No. 25 terhadap keuangan daerah adalah:
·         Peranan PAD dalam pembiayaan pembangunan ekonomi (APBD) tidak terlalu besar. Hal ini mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan finansial daerah terhadap pemerintah pusat.
·         Ada Korelasi positif antara daerah yang kaya SDA dan SDM  dengan peranan PAD dalam APBD
·         Pada tahun 1998/1999 terjadi penurunan PAD dalam pembentukan APBD-nya, salah satu penyebabnya adalah krisis ekonomi yang melanda tanah air.
Berikut ini merupakan dampak DAU dan Dana Bagi Hasil dan Dana Bagi Hasil Sumber daya alam:
a.     Alokasi dana bagi hasil SDA ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, namun dalam kenyataannya masih terdapat kesenjangan keuangan pemerintah antar daerah
b.      Kesenjangan tersebut harus dikoreksi dengan instrumen dana alokasi umum (DAU). Jadi tujuan DAU adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah.
c.       Disamping itu tidak tertutup kemungkinanancaman-ancaman akn terjadi juga, baik yang berasal dari pesaing luar daerah dan luar negeri.
d.  Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka pengusaha daerah akan mendapatkan oppurtunity :
         Bekerja dengan biaya lebih murah dan mudah
         Tata Niaga Nasional tidak ada lagi Ć  Distorsi dalam distribusi akan hilang sehingga price competitiveness akan meningkat
         Mengurangi persaingan dengan perusahaan besar dengan lobi pusat Ć  persaingan dilakukan secara fair
         Mencegah adanya proyek-proyek yang datang dengan kontraktornya.
         Kebijaksanaan ekonomi yang sesuai dengan kelebihan daerah masing-masing.

  1. Pembangunan Ekonomi Regional Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja. Dari aspek ekonomi, daerah mempunyai tiga pengertian yaitu:
1.      Suatu daerah dianggap dimana sebagai ruang ekonomi kegiatan ekonomi dan di berbagai polosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama seperti sosial budayanya, geografisnya dan sebagainya.
2.      Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang di kuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Dalam pengertian ini disebut sebagai daerah modal.
3.      Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berbeda dibawah suatu administratif tertentu seperti propinsi, kabupaten, kecamatan dan sebagainya yang kemudian dinamakan daerah perencanaan atau daerah administratif.
Masalah pokok dalam pembangunan ekonomi daerah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, ilmu pengetahuan dan pengembangan pertusahaan-perusahaan baru. Tujuan utama ekonomi daerah/regional adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.

  1. Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan

Menurut Sjafrizal (2012):
Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah menurut Sjafrizal (2012) yaitu :
1.      Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam
Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah.
2.      Perbedaan Kondisi Demografis
Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat setempat.
3.      Kurang Lancarnya Mobilitas Barang Dan Jasa
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan.
4.      Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.
5.       Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah
Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah. Investasi akan cenderung lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Menurut Adelman dan Morris (1973):
Adelman dan Morris (1973) dalam Arsyad (2010) mengemukakan 8 faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang, yaitu: 
1.      Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita; 
2.      Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang; 
3.      Ketidakmerataan pembangunan antar daerah; 
4.      Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persentase pendapatan modal dari tambahan harta lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah; 
5.      Rendahnya mobilitas sosial; 
6.      Pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan hargaharga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis; 
7.      Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan negara-negara terhadap barang ekspor negara-negara sedang berkembang; dan 
8.      Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

  1. Pembangunan Indonesia Timur

Pembangunan infrastruktur di Indonesia mengalami pasang surut terutama saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Pembangunan infrastruktur mengalami hambatan pembiayaan karena sampai sejauh ini, titik berat pembangunan masih difokuskan pada investasi sektor-sektor yang dapat menghasilkan perputaran uang (cash money) yang tinggi dengan argumentasi bahwa hal itu diperlukan guna memulihkan perekonomian nasional.
Sedangkan pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada usaha perbaikan dan pemeliharaan saja. Dengan demikian dewasa ini, pembangunan infrastruktur kawasan timur Indonesia belum menjadi fokus utama pembangunan.
Pada saat ini sudah hampir menjadi kesimpulan umum bahwa infrastruktur adalah fundamental perekonomian Indonesia. Bahwa daerah atau kawasan Indonesia Timur merupakan wilayah strategis guna membangkitkan potensi nasional. Oleh karena itu hari ini adalah saat yang tepat guna meletakkan kemauan bersama menyusun konsep pembangunan infrstruktur kawasan Timur Indonesia yang bersumber pada kesadaran penguasaan teknologi dan keunggulan sumberdaya daerah. Cerminan pembangunan infrastruktur nasional adalah pembangunan infrastruktur di tiap wilayah atau propinsi di Indonesia. Perkembangan pembangunan infrastruktur di masing-masing pulau di Indonesia memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Dominasi pembangunan infrastruktur sangat ditentukan oleh kondisi geograsfis dan demografis dari suatu wilayah.
Dominasi infrastruktur ini dapat mencerminkan pula tingkat aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Perkembangan pembangunan infrastruktur untuk masing-masing pulau yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menjadi hambatan pembangunan infrastrukrur Kawasan Timur Indonesia.
Pada hal sejatinya jika Indonesia ingin percepatan mencapai kemajuan maka pendekatan potensi atau potential approach yaitu potensi yang mendorong tumbuhnya komoditas unggulan, hendaknya menjadi komintmen kuat terhadap pembangunan infrstruktur kawasan timur Indonesia.
Bagaimana kita bisa mengembangkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global bila tingkat hiegenitas masih rendah. Oleh karena itu akses terhadap air bersih perlu langkah prioritas pembangunan infrastrukturnya.
Akhirnya kita juga mengerti akan pentingnya kesadaran tentang pembangunan infrastruktur berkaitan dengan upaya strategis percepatan pertumbuhan ekonomi, hendaknya secara nyata mengurangi hambatan birokratis di semua lini baik pada tingkat pemerintah pusat maupun pada tingkat pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten.

  1. Teori Dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah

Perbedaan karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1.      Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2.      Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3.      Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman:
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah:
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangkan menurut Reeve (1995) adalah:
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.
Soal
1.      Undang-undang tahun berapakah yang berisi tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah?
a.       1999
b.      2008
c.       1974
d.      2004
2.      Apa sajakah yang merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah menurut Sjafrizal (2012)?
a.       Ketidakmerataan pembangunan antar daerah
b.      Perbedaan kondisi demografi
c.       Rendahnya mobilitas daerah
d.      Pertambahan penduduk yang tinggi
3.      “Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti” adalah pengertian kompetensi menurut...
a.       Reeve (1995)
b.      Adelman dan Morris (1973)
c.       Hamel dan Prahalad (1995)
d.      Sjafrizal (2012)
4.      Apakah tujuan dari pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), kecuali…
a.    Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
b.    Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
c. Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
d.  Memberikan kesempatan untuk mengembangkan struktur pembangunan di wilayah daerah.
5.       Apa saja alasan munculnya Undang-Undang Otonomi Daerah, kecuali…
a.       Terjadinya krisis ekonomi yang pada akhirnya memunculkan krisis multi dimensi
b.      Isu disintegrasi yang merebak di beberapa propinsi yang kaya Sumberdaya
c. Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah serta sistem perimbangan keuangan yang baik antara pusat dan daerah
d.   UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah


BAB VII
SEKTOR PERTANIAN
 A. Sektor Pertanian Di Indonesia
Selama periode 1995-1997 ĆØ PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain seperti manufaktur meningkat. Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian 1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas.
Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:
·         Iklim ĆØ kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun
·         Lahan ĆØ lahan garapan petani semakin kecil
·         Kualitas SDM ĆØ rendah
·         Penggunaan Teknologi ĆØ rendah
Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme & pesimisme Negara LDC’s:
·      Optimis ĆØ Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tarif & non tarif.
·     Pesimis ĆØ Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yg berbeda. DC’s mempunyai kekuatan > LDC’s
Perjanjian tersebut merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sebagai akibat dari rendahnya teknologi & SDM, sehingga produk dri DC’s akan membanjiri LDC’s.
Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:
·         Negara dengan pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dalam jika waktu 6 tahun berikutnya.
·         Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun.
·         Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%.
·         Reformasi bidang pertanian dalam perjanjian ini tidak berlaku untuk negara miskin.
Temuan hasil studi dampak perjanjian GATT:
·         Skertariat GATT (Sazanami, 1995) ĆØ Perjanjian tersebut berdampak (+) yakni peningkatan pendapatan per tahun ĆØ Eropa Barat US $ 164 Milyar, USA US$ 122 Milyar, LDC’s & Eropa Timur US $ 116 Milyar. Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36 % dan penurunan subsidi sektor pertanian akan meningkatkan pendapatan sektor pertanian Negara Eropa US $ 15 milyar & LDC’s US $ 14 Milyar.
·         Goldin, dkk (1993) ĆØ Sampai th 2002, sesudah terjadi penurunan tarif & subsidi 30% manfaat ekonomi rata-rata pertahun oleh anggota GATT sebesar US $ 230 Milyar (US $ 141,8 Milyar / 67%0 dinikmati oleh DC’s dan Indonesia rugi US $ 1,9 Milyar pertahun.
·         Satriawan (1997) ĆØ Sektor pertanian Indonesia rugi besar dalam bentuk penurunan produksi komoditi pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan beras sebesar 29,70% dibandingkan dengan Negara ASIAN.
·  Feridhanusetyawan, dkk (2000) ĆØ Global Trade Analysis Project mengenai 3 skenario perdagangan bebas yakni Putaran Uruguay, AFTA & APEC. Ide dasarnya: apa yang terjadi jika 3 skenario dipenuhi (kesepakatan ditaati) dan apa yang terjadi jika produk pertanian diikutsertakan? Perubahan yang diterapkan dalam model sesuai kesepakatan putaran Uruguay adalah:
a.       Pengurangan pajak domestic & subsidi sektor pertanian sebesar 20% di DC’s dan 13 % di LDC’s.
b.      Penurunan pajak/subsidi ekspor sektor pertanian 36% di DC’s & 24% di LDC’s.
c.       Pengurangan border tarif untuk komoditi pertanian & non pertanian.
Liberalisasi perdagangan berdampak negatif bagi Indonesia terhadap produksi padi & non gandum. Untuk AFTA & APEC, liberalisasi perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dengan meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu, jagung & kedelai). AFTA ĆØ Indonesia menjadi produsen utama pertanian di ASEAN dan output pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%.
B.    Nilai Tukar Petani
Nilai tukar ĆØ nilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Jika harga produk A Rp 10 dan produk B Rp 20, maka nilai tukar produk A terhadap B = (PA/PB) x 100% =1/2. Hal ini berarti 1 produk A ditukar dengan ½ produk B. Dengan menukar ½ unit B dapat 1 unit A. Biaya opportunitasnya adalah mengorbankan 1 unit A untuk membuat ½ unit B.
Dasar Tukar (DT):
·         DT dalam negeri ĆØ pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dengan mata uang nasional.
·         DT internasional / Terms Of Trade ĆØ pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dengan mata uang internasional.
Nilai Tukar Petani ĆØ Selisih harga output pertanian dengan harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar).
Semakin tinggi NTP ĆØ Semakin baik.
NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:
·         Inflasi setiap wilayah
·         Sistem distribusi input pertanian
·         Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)
  D>S ĆØ harga naik & D<S ĆØ harga turun   
Pekembangan NTP tersebut menunjukkan pertani di JABAR & JATENG rugi dan di Yogja & JATIM untung. Hal ini dsebabkan oleh banyak faktor termasuk sistem distribusi pupuk di Yogya & JATIM lebih baik dari JABAR & JATENG.
C.    Investasi Di Sektor Pertanian
Investasi di sektor pertanian tergantung:
·         Laju pertumbuhan output
·         Tingkat daya saing global komoditi pertanian
Investasi:
·         Langsung ĆØ Membeli mesin
·         Tidak Langsung ĆØ Penelitian & Pengembangan
Hasil penelitian:
Ƙ  Supranto (1998) ĆØ laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDN & PMA serta kredit yang mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.
Tabel 5.17 Investasi di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96

Sektor
   1993
    1994
1995
      1996
Pertanian
    2.735
     4.545
7.128
     5.284
Manufaktur
      24.032
     31.922
43.342
      59.218
           
Ƙ  Simatupang (1995) ĆØ kredit perbankan lebih banyak megalir ke sektor non pertanian & jasa dibanding ke sektor pertanian.
Tabel 5.18 Kredit Perbankan di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-1996

Sektor
1993
1994
1995
1996
Pertanian
7.846
8.956
9.841
11.010
Manufaktur
11.346
13.004
15.324
15.102
Penurunan ini disebabkan ROI sector pertanian +/- 15 %, sehingga tidak menarik.
D.     Keterkaitan Pertanian Dengan Industri Manufaktur
Salah satu penyebab krisis ekonomi ĆØ kesalahan industrialisasi yang tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sektor pertanian (+) walaupun kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dalam memajukan industri manufaktur diawali dengan revolusi sektor pertanian.
Alasan sektor pertanian harus kuat dalam proses industrialisasi:
·         Sektor pertanian kuat ĆØ pangan terjamin ĆØ tidak ada lapar ĆØ kondisi sospol stabil
·       Sudut Permintaan ĆØ Sektor pertanian kuat ĆØ pendapatan riil perkapital naik ĆØ permintaan oleh petani terhadap produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian.
·  Sudut Penawaran ĆØ permintaan produk pertanian sebagai bahan baku oleh industri manufaktur.
·  Kelebihan output sektor pertanian digunakan sebagai sumber investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil dipedesaan.
Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.

Soal
1.      Apa saja penyebab dari rendahnya pertumbuhan output pertanian, kecuali…
a.       Kurangnya Tenaga Kerja
b.      Iklim
c.       Kualitas SDM
d.      Penggunaan Teknologi
2.      Sektor pertanian Indonesia rugi besar dalam bentuk penurunan produksi komoditi pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan beras sebesar 29,70% dibandingkan dengan Negara ASIAN adalah hasil studi dampak perjanjian GATT dari?
a.       Sazanami (1995)
b.      Feridhanusetyawan, dkk (2000)
c.       Satriawan (1997)
d.      Goldin, dkk (1993)
3.      NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung pada, kecuali..
a.       Inflasi setiap wilayah
b.      Sistem distribusi input pertanian
c.       Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)
d.      Rasio indeks harga
4.      Di Negara mana yang telah memajukan industri manufaktur diawali dengan revolusi sektor pertanian?
a.       Korea
b.      Eropa
c.       Amerika
d.      Malaysia
5.      Sebuah perjanjian apa saja untuk para pertanian?
a.       Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun.
b.      Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%.
c.       Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36%
d.      Reformasi bidang pertanian dalam perjanjian ini tidak berlaku untuk negara miskin.


BAB VIII
INDUSTRIALISASI DI INDONESIA
A.    Konsep Dan Tujuan Industrialisasi
Awal konsep industrialisasi Revolusi industri abad 18 di Inggris penemuan metode baru dalam pemintalan dan penemuan kapas yg menciptakan spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas faktor produksi.
Industrialisasi suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu:
(1)         Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.
(2)         Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
(3)         Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
(4)         Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
(5)         Meningkatkan kemampuan teknologi.
(6)         Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
(7)         Meningkatkan penyebaran industri.
B.     Faktor-Faktor Pendorong Industrialisasi
         Kemampuan teknologi dan inovasi.
         Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita.
   Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat.
      Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi.
         Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
        Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi.
     Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.
C.    Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan.
Sejak krisis ekonomi dunia yang terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendi perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot ketimbang grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara Asia, seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat rendah.
Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
D.    Permasalahan Industrialisasi
Industri manufaktur di LDC’s lebih terbelakang dibandingkan di DC’s, hal ini karena :
1.      Keterbatasan teknologi.
2.      Kualitas Sumber daya Manusia.
3.      Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta.
4.      Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian masih rendah.
5.      Strategi Pembangunan Sektor Industri
E.     Strategi Pelaksanaan  Industrialisasi
1.      Strategi substitusi impor (Inward Looking)
Bertujuan mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapatmenggantikan produk impor. Negara yang menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan.
      Pertimbangan menggunakan strategi ini:
a.       Sumber daya alam & Faktor produksi cukup tersedia
b.      Potensi permintaan dalam negeri memadai
c.       Sebagai pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
d.      Kesempatan kerja menjadi luas
e.       Pengurangan ketergantungan impor, sehingga defisit berkurang
2.      Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki keunggulan bersaing. Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil:
A.    Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang yang bisa baik pasar input maupun output.
B.     Tingkat proteksi impor harus rendah.
C.     Nilai tukar harus realistis.
D.    Ada insentif untuk peningkatan ekspor.

Soal
1.      Apa saja tujuan pembangunan industri nasional, kecuali…
a.       Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
b.      Meningkatkan pertumbuhan pendapatan nasional per kapita.
c.       Meningkatkan kemampuan teknologi.
d.      Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
2.      Pertimbangan apa saja yang digunakan dalam strategi substitusi impor (Inward Looking)?
a.       Kesempatan kerja menjadi luas
b.      Tingkat proteksi impor harus rendah.
c.       Nilai tukar harus realistis.
d.      Ada insentif untuk peningkatan ekspor
3.      Negara mana sajakah dengan penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah?
a.       Arab
b.      Singapore
c.       Kuwait & Libya
d.      Jepang
4.      Faktor-Faktor apa saja pendorong industrialisasi, kecuali…
                                     a.  Kemampuan teknologi dan inovasi.
                        b.   Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi.
                                     c.     Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.
                                    d.      Keterbatasan teknologi.
5.      Pada tahun berapakah terjadinya krisis ekonomi dunia?
                                     a.      1997
                                    b.      1999
                                     c.      1998
                                    d.      2000


Daftar Pustaka

Abraham, M. Francis, Modernisasi di Dunia Ketiga:  Suatu Teori Umum Pembangunan, Yogyakarta: Tiara Wacan, 1991.
Todaro, Michael P., Economic Development, Tp.: Massachussetts, 1997.
Yustika, Ahmad Erani, Industrialisasi Pinggiran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.